Senin, 15 Desember 2014

Abu Ayyub al-Ansari R.A.

Semasa hidup Abu Ayyub al Ansari r.a. sahabat Rasulullah s.a.w ini adalah seorang yg taat pada perintah Allah. Beliau yg menjadikan rumah nya sebagai tempat Rasulullah s.a.w berteduh
dan sangat termotivasi setelah mendengar sabda Rasulullah s.a.w mengenai 
pembebasan kota konstantinopel 


Abu Ayyub al-Ansari atau nama sebenarnya 
Khalid bin Zaid bin Kulaib 
berasal dari keturunan Bani An-Najjar. Beliau dikenal pada peristiwa hijrahnya Rasulullah ketika mendapat kehormatan dari Baginda Rasulullah SAW untuk mendiami rumah beliau ketika Baginda sampai ke Kota Madinah al-Munawwarah.

Pada masa Rasulullah SAW memasuki kota Madinah, setiap orang di kalangan kaum Ansar bercita-cita untuk menerima Rasulullah SAW sebagai  tamu kehormatan dan sangat mengharapkan agar Rasulullah SAW dapat turun dari untanya lalu berhenti di rumah mereka. 
Malah ada  di antara mereka mencoba menghalang perjalanan unta baginda agar unta tersebut berhenti di depan rumah mereka. Lalu kemudiannya baginda bersabda;

''Biarkanlah ia berjalan sebab ia telah diperintahkan.''
Lalu unta tersebut terus bejalan sehingga sampai di depan rumah Abu Ayyub al-Ansari RA. Lantas unta tersebut tiba-tiba berhenti dan tidak mau berjalan lagi.

Abu Ayyub al-Ansari RA sangat gembira melihat keadaan tersebut, lalu beliau menemui Rasulullah SAW, 
menyambut kedatangan baginda dengan perasaan sangat gembira dan terharu tak terhingga sambil membawa barang-barang yang dibawa oleh Rasulullah SAW seolah-olah beliau membawa barang miliknya sendiri yang sangat berharga. Kemudian beliau mempersilahkan Rasulullah SAW masuk ke rumahnya.
Rasulullah SAWmenetap di rumah Abu Ayyub al-Ansari RA selama kurang lebih tujuh bulan sampai mesjid baginda dibangun yang dilengkapi dengan kamar-kamar di sekeliling masjid hingga kemudiannya baginda pindah ke sana.

Abu Ayyub al-Ansari RA adalah seorang yang berhati lembut, sangat menyayangi baginda Rasulullah SAW, sangat pemurah, gemar memberi makan kepada orang lain serta beliau juga memiliki sebatang pohon kurma yang mana beliau mengusahakannya untuk menfkahkan keluarganya.

Selain itu, Abu Ayyub al-Ansari RA juga merupakan salah seorang pahlawan perang. Beliau mengikuti kesemua peperangan yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Begitupula dengan peperangan yang terjadi pada zaman pembukaan kawasan Islamzaman Kerajaan
Semasa hayat Rasulullah SAW, baginda pernah bersabda;

''Konstantinopel (Istanbul) akan jatuh ke tangan pasukan Islam. Rajanya adalah sebaik-baik raja, pasukannya adalah sebaik-baik pasukan...''

Demi mendengarkan sabda Rasulullah SAW, Abu Ayyub al-Ansari RA begitu yakin dan percaya, bahwa suatu hari nanti, kota Kostantinopel akan jatuh ke tangan umat Islam.Sejak itu semua umat Islam  berluoba-lomba untuk membebaskan kota itu.

Pada zaman pemerintahan khalifah Muawiyah, pernah mencoba menyerang kota Costantinople di bawah pimpinan anaknya, Yazid. Ketika itu Abu Ayyub al-Ansari RA telah berusia 80 tahun. 
Namun beliau tetap pergi bersama-sama dengan pasukan Khalifah Muawiyah mengikuti armada lautnya

Dalam pelayaran tersebut Abu Ayyub al-Ansari RA jatuh sakit. 
Lalu panglima perang masa itu segera menemuinya dan bertanya, ''Wahai Abu Ayyub! Adakah permintaan yang ingin  engkau sampaikan?'' Ternyata Abu Ayyub al-Ansari RA meminta kepada panglima tersebut, sekiranya beliau meninggal dunia, usunglah jasad beliau dan agar dikebumikan di bumi Kostantinopel, 
Hingga kemudian Abu Ayyub al-Ansari RA benar meninggal dunia dan dikisahkan pasukan Islam berusaha menyerang musuh sedikit demi sedikit. hingga akhirnya mereka berhasil sampai ke perbatasan wilayah Kostantinopel dengan tetap mengusung jenazah Abu Ayyub al-Ansari RA. mengebumikan jenazah yang mulia tersebut di bagian wilayah kerajaan Konstantinopel.


Makam Abu Ayyub al-Ansari

Keinginan Abu Ayyub al-Ansari RA dikebumikan di situ, tidak lain hanyalah ingin mendengar derapan kaki pasukan Islam yang akan menaklukkan kota Kostantinopel. Derap kaki sebaik-baik pasukan, dan sebaik-baik sultan yang telah dijanjikan oleh Rasulullah SAW.
*****

Kamis, 11 Desember 2014

Penaklukan Konstantinopel



Muhammad Al-Fatih (1453 M) Sang Penakluk Konstantinopel



Sejak Kecil Ditanamkan Karakter Pemimpin 

Muhammad al-Fatih dilahirkan pada 27 Rajab 835 H/30 Maret 1432 M di Kota Edirne (sekarang merupakan salah satu kota dari negara Turki bagian timur), ibu kota Daulah Utsmaniyah saat itu. Ia adalah putra dari Sultan Murad II yang merupakan raja keenam Daulah Utsmaniyah.
Sultan Murad II memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan anaknya. Ia menempa buah hatinya agar kelak menjadi seorang pemimpin yang baik dan tangguh. Perhatian tersebut terlihat dari Muhammad kecil yang telah menyelesaikan hafalan Alquran 30 juz, mempelajari hadis-hadis, memahami ilmu fikih, belajar matematika, ilmu falak, dan strategi perang. Selain itu, Muhammad juga mempelajari berbagai bahasa, seperti: bahasa Arab, Persia, Latin, dan Yunani. Tidak heran, pada usia 21 tahun Muhammad sangat lancar berbahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani, luar biasa!

Menjadi Penguasa Utsmani


Muhammad al-Fatih diangkat menjadi Khalifah Utsmaniyah bergelar Sultan Muhammad II menggantikan ayahnya Sultan Murad II pada tanggal 5 Muharam 855 H bersamaan dengan 7 Febuari 1451 M. Program besar yang langsung ia canangkan ketika menjabat sebagai khalifah adalah menaklukkan Konstantinopel (sekarang menjadi Istanbul ibukota negara Turki).
Langkah pertama yang Sultan Muhammad lakukan untuk mewujudkan cita-citanya adalah melakukan kebijakan militer dan politik luar negeri yang strategis. Ia memperbarui perjanjian dan kesepakatan yang telah terjalin dengan negara-negara tetangga dan sekutu-sekutu militernya. Pengaturan ulang perjanjian tersebut bertujuan menghilangkan pengaruh Kerajaan Bizantium Romawi di wilayah-wilayah tetangga Utsmaniah baik secara politis maupun militer.

Diyakinkan Sebagai Orang Yang Dimaksud Dalam Hadist Rasulullah

Konstantinopel atau yang sekarang dikenal sebagai Istanbul, adalah salah satu bandar termasyhur dunia. Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Bandar ini didirikan tahun 330 M oleh Maharaja Bizantium yakni Constantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium.



Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Konstantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika beliau naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota bandar tadi. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para ''ulama terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Isma''il Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah memanggil beberapa orang ''ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. lalu, dia memanggil Asy-Syeikh Al-Kurani dan mengizinkan Asy-Syeikh Al-Kurani untuk menghukum Amir Muhammad kecil jika membantah perintah gurunya.

Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sultan, Amir Muhammad tertawa dan tidak mau menuruti perintah Asy-Syeikh Al-Kurani. Dia lalu dihukum oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini amat berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Al-Qur''an dalam waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Aaq Samsettin (Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur''an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.

Syeikh Aaq Syamsudin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu ''Alaihi Wasallam di dalam hadits pembukaan (penaklukan) Kostantinopel.


Muhammad Al fatih Menaklukan Konstantinopel



Hari Jumat, 6 April 1453 M, Muhammad II bersama gurunya Syeikh Aaq Syamsudin, beserta tangan kanannya Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Konstantinopel dari berbagai penjuru benteng kota tersebut. Dengan berbekal 250.000 ribu pasukan dan meriam -teknologi baru pada saat itu- Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah Shallallahu ''Alaihi Wasallam terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam.


Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus Dragas (Raja Constantine IX) untuk masuk Islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai dan membayar upeti atau pilihan terakhir yaitu perang. Paleologus menjawab bahwa dia tetap akan mempertahankan kota dengan dibantu Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovani Giustiniani dari Genoa.

Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sultan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta''ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur''an mengenainya serta hadist Nabi Shallallahu ''Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan dzikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.


Kota dengan benteng setinggi 10m tersebut memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7m. Dari sebelah barat pasukan artileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan Laut Marmara pasukan laut Turki harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.


Berhari-hari hingga berminggu-mingGu benteng Byzantium tak bisa jebol, kalaupun runtuh membuat celah maka pasukan Paleologus langsung mempertahankan celah tsb dan cepat menutupnya kembali. Usaha lain pun dicoba dengan menggali terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan kota, namun juga gagal.


Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan hanya dalam waktu semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui Teluk Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu dengan memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki wilayah Teluk Golden Horn (ini adalah ide ”tergila” pada masa itu namun Taktik ini diakui sebagai antara taktik peperangan (warfare strategy) yang terbaik di dunia oleh para sejarawan Barat sendiri).


Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta''ala. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, setelah sehari istirahat perang, pasukan Turki Utsmani dibawah komando Sultan Muhammad II kembali menyerang total, diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian army di lapis kedua dan terakhir pasukan elit Yanisari.

Giustiniani sudah menyarankan Paleologus untuk mundur atau menyerah tapi Paleologus tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya Paleologus melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.

Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.

Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia (Aya Sofia), dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Yahudi maupun Kristen karena mereka (penduduk) termasuk non muslim dzimmy (kafir yang harus dilindungi karena membayar jizyah/pajak), muahad (yang terikat perjanjian), dan musta’man (yang dilindungi seperti pedagang antar negara) bukan non muslim harbi (kafir yang harus diperangi). Konstantinopel diubah namanya menjadi Islambul (Islam Keseluruhannya). Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.


Toleransi tetap ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut. Sultan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah gratis, siapapun boleh belajar, tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan, membangun rumah sakit, bahkan rumah diberikan gratis bagi pendatang di kota itu dan mencari nafkah di sana. Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istanbul, dan pencarian makam Abu Ayyub dilakukan hingga ditemukan dan dilestarikan. Dan kini Hagia Sophia sudah berubah menjadi museum.

*****

Khalifah - Trans7